Satu
hal yang paling melekat tentang Jogja antara lain slogan “JOGJA, NEVER ENDING ASIA”. Sebuah tagline yang menggambarkan betapa luasnya budaya yang seolah-olah
tiada habisnya. Tidak hanya budaya, kehidupan warga Jogja sendiri juga memiliki
banyak daya tarik yang selalu memikat dan tidak akan pernah bosan untuk diceritakan. Inilah keistimewaan Jogja yang tidak akan kita dapatkan di belahan
bumi manapun. Dan apabila dibentuk dalam sebuah cerita ataupun serial, tentu
saja akan menghasilkan ribuan, ratusan ribu atau bahkan jutaan cerita tentang
Jogja.
Salah satu dari ribuan cerita tersebut
yaitu cerita tentang
usaha mahasiswa dalam memenuhi tuntutan kuliah dan
pekerjaan. Di tengah hiruk pikuk kehidupan kota Jogja, seluruh penghuninya
menjalani kehidupannya dengan caranya masing-masing. Tidak terkecuali juga para
pendatang yang mengadu nasib dan menuntut ilmu di kota gudeg ini. Satu dari banyak orang tersebut marilah kita ambil salah
satu. Ia adalah Diyos, mahasiswa jurusan desain grafis di salah satu kampus
swasta terkenal di jalan Tamansiswa Jogja. Berawal dari kegiatan kuliah, hobi
dan keinginan untuk mandiri. Pemuda asal kota Blora ini memutuskan untuk
menggabungkan ketiganya dalam suatu wadah kegiatan. Maka lahirlah ide untuk
membuat sebuah grup sesama mahasiswa desain grafis.
Setelah berjalan sekian lama, akhirnya pada awal
tahun 2012 maka grup tersebut membentuk sebuah kelompok usaha yang bergerak
pada bidang konveksi dan desain yang menangani urusan desain pakaian. Kelompok
usaha tersebut bernama Risbueno Clothing and Design.
Berawal dari modal pribadi, Diyos dan 4 orang rekannya memulai usaha tersebut.
Seperti yang kita ketahui, usaha desain
ada banyak sekali jumlahnya. Tetapi Diyos dan kawan-kawan memiliki cara tersendiri
untuk merangkul para konsumen. Selain teman kampus dan kenalan, mereka
merangkul salah satu kelompok pendukung tim sepakbola yang cukup besar. Ini
merupakan salah satu nilai lebih dari mereka. Dalam hal penggunaan metode
pendekatan pada pasar, Risbueno memanfaatkan jejaring sosial sebagai salah satu
cara promosi. Tetapi cara pertama yang mereka gunakan adalah melalui getok tular (dari mulut ke mulut), karena mereka anggap lebih efektif
dalam lingkup konsumen yang terbatas.
Meskipun begitu, usaha yang mereka
jalani ini bukan tanpa kendala. Beberapa kendala seperti masalah finansial
serta belum ada tempat dan sarana yang memadai juga mereka dapati. Tetapi
mereka dapat mengatasi hal tersebut, salah satunya adalah dengan memakai kamar
kos mereka sebagai tempat produksi. Tak jarang alat-alat produksi mereka
letakkan di kamar kos mereka. Meski tempatnya tidak seleluasa tempat produksi
pada umumnya, namun ini mereka anggap sebagai salah satu tantangan agar tetap
bisa berkreasi dalam keterbatasan.
0 komentar:
Post a Comment