Sore itu, disebuah gubuk sederhana
nampak seorang lelaki sedang sibuk menimbang sampah kaleng, paku dan kertas.
Dibantu oleh seorang perempuan nampak melayani antrean yang ingin menimbang
barang tersebut, kemudian membawanya keluar untuk dimasukkan ke dalam truk.
Dialah Sartono, seorang Pegawai Negeri Sipil berusia 48 tahun nampak menikmati
profesi sampingannya sebagai pengepul sampah di daerah Punung, Kabupaten
Pacitan. Pria yang sehari-hari berdinas di salah satu desa di kecamatan Punung
tersebut hampir selalu sibuk apabila dikunjungi di gubuknya tersebut.
Semua kisahnya hari itu berawal dari
sebuah keprihatinannya terhadap masalah sampah yang ada di lingkungan
sekitarnya pada tahun 1999. Dahulu sampah didaerah Punung sangatlah mengganggu,
bukan karena masalah ketidakdisiplinan warga melainkan karena fasilitas
pembuangan sampah yang tidak memadai. Jarak dengan TPA sangatlah jauh sehingga
enggan untuk membuang sampah di TPA. Seringkali warga memilih membuat TPA
sendiri untuk membuang sampahnya sendiri. Akan tetapi dari hal tersebut timbul
masalah baru, sampah yang sukar terurai menumpuk sehingga sangat mengganggu
lingkungan.
Dari hal tersebut, Sartono
berinisiatif untuk membantu dengan cara mengumpulkan sampah-sampah tersebut
lalu membawanya ke TPA pusat Pacitan. Hal tersebut mendapat sambutan baik dari
masyarakat Punung pada umumnya, dan semua itu dilakukan secara sukarela alias dengan dana sendiri. Dan pada
awalnya juga sering mendapatkan dana dari desa. Namun ketika tahun 2000 timbul
inisiatif dari Sartono untuk mengelola sampah tersebut lebih lanjut. Pada
awalnya, dibantu dengan Karang Taruna setempat dia memilah-milah sampah. Pada
awalnya hanya berupa sampah logam saja. Namun seiring berjalannya waktu, sampah
yang di kelolanya bertambah seperti plastik, gabus dan macam-macam kertas.
Dari sinilah kemudian timbul ide lagi,
dari sampah ini dikelola dan hasilnya untuk pemuda desa. Akhirnya, usaha
tersebut terealisasi sedikit demi sedikit. Sampah logam, plastik dan gabus
dikirim ke Surakarta. Sementara untuk kertas, mulai dikelola sendiri untuk
kerajinan tas kertas ataupun kertas daur ulang. Pada awalnya Sartono tidak
memikirkan tentang apa yang akan dia dapatkan dari sampah-sampah ini, yang
jelas dia hanya ingin membantu mengatasi masalah sampah di daerahnya. Namun
dari hal tersebut sekarang malah menghasilkan pendapatan baru diluar gaji
PNS-nya dan lebih besar jumlanya. Hasilnya sekarang, dia sudah memiliki “pos”
tepi jalan raya Pacitan-Solo tepatnya di daerah Punung. Dan dari hal tersebut,
dia mampu memberi penghidupan orang-orang sekitarnya dan juga ikut
berpartisipasi dalam menjaga lingkungan.\
Oleh :
Mahendra Adi Widjaya
0 komentar:
Post a Comment