“Kalau ada yang
bilang, saya ini sarjana tempe, itu memang benar. Biaya kuliah semua berasal
dari hasil jualan tempe. Karena tempelah, gelar sarjana bisa saya raih”.
Begitulah pernyataan
dari Ahmad Faruqi ketika bercerita mengenai kehidupannya. Walaupun sekarang
telah menjadi tenaga pengajar honorer di salah satu sekolah swasta di daerah
tempat tinggalnya, ia tetap menjalankan usaha memproduksi tempe yang mulai ia
rintis ketika ia masih menjadi mahasiswa ini. Faruqi, begitu ia biasa dipanggil,
tidak ingin meninggalkan usaha tempe yang ia anggap telah berjasa bagi
kehidupannya.
Usahanya ini berawal
dari perkenalannya dengan seseorang yang mempunyai usaha kedelai. Berawal dari perkenalan ini, Faruqi diajari bagaimana
cara membuat tempe. Awalnya ia hanya merasa senang mendapat ilmu baru. Namun,
kemudian ia mulai berpikir untuk mengaplikasikan ilmu barunya ini.
“Ketika awal memulai
usaha ini, saya berhutang kedelai kepada teman yang mengajari saya membuat
tempe. Karena sudah dianggap seperti saudara sendiri, ia percaya kepada saya
dan saya pun tidak ingin mengkhianati kepercayaannya”, ujar pemuda berusia 25
tahun ini. Dari kedelai hasil hutangan
inilah, ia mulai memproduksi tempe. “Produksi awal belum berani banyak, karena
modal masih menghutang dan belum tahu respon pasar. Tapi lama-lama mulai berani
memproduksi banyak karena ternyata ada respon positif dari masyarakat”,
tuturnya bercerita. Biasanya ia menyalurkan tempe yang ia buat ke warung-warung
ataupun pedagang-pedagang di pasar. Sekarang, banyak dari pemilik warung dan
pedagang-pedagang di pasar yang telah menjadi langganannya.
Usaha Faruqi pun
pernah menghadapi kendala ketika kedelai yang menjadi bahan baku pembuatan
tempe mengalami lonjakan harga yang signifikan. Tempe yang dulu dianggap makanan
ndeso kini malah berubah menjadi makanan elit karena harga bahan bakunya yang
semakin melambung. Namun menghadapi hal tersebut Faruqi tak menyerah dan tetap
berusaha menjalankan usahanya. Ia mensiasati hal tersebut dengan memperkecil
ukuran tempe untuk menekan harga jual.
Keinginannya yang
kuat untuk melanjutkan pendidikan inilah yang membuat Faruqi tak menyerah
menghadapi kendala yang menghadang. Meskipun dengan biaya terbatas, Faruqi tak
lekas putus asa. Ia tetap bekerja keras demi mengejar cita-citanya walaupun
dengan langkah tertatih.
“Walaupun
susah, kalau dijalani dengan tekad yang kuat dan tak pantang menyerah, pasti akan
menemukan jalannya sendiri kok. Intinya, jangan cepat mengalah dengan keadaan”,
itulah pesannya ketika mengakhiri sesi wawancara.
0 komentar:
Post a Comment