12/4/12

Sarjana Tempe

0 komentar
“Kalau ada yang bilang, saya ini sarjana tempe, itu memang benar. Biaya kuliah semua berasal dari hasil jualan tempe. Karena tempelah, gelar sarjana bisa saya raih”.
Begitulah pernyataan dari Ahmad Faruqi ketika bercerita mengenai kehidupannya. Walaupun sekarang telah menjadi tenaga pengajar honorer di salah satu sekolah swasta di daerah tempat tinggalnya, ia tetap menjalankan usaha memproduksi tempe yang mulai ia rintis ketika ia masih menjadi mahasiswa ini. Faruqi, begitu ia biasa dipanggil, tidak ingin meninggalkan usaha tempe yang ia anggap telah berjasa bagi kehidupannya.
Usahanya ini berawal dari perkenalannya dengan seseorang yang mempunyai usaha kedelai.  Berawal dari perkenalan ini, Faruqi diajari bagaimana cara membuat tempe. Awalnya ia hanya merasa senang mendapat ilmu baru. Namun, kemudian ia mulai berpikir untuk mengaplikasikan ilmu barunya ini.
“Ketika awal memulai usaha ini, saya berhutang kedelai kepada teman yang mengajari saya membuat tempe. Karena sudah dianggap seperti saudara sendiri, ia percaya kepada saya dan saya pun tidak ingin mengkhianati kepercayaannya”, ujar pemuda berusia 25 tahun ini.  Dari kedelai hasil hutangan inilah, ia mulai memproduksi tempe. “Produksi awal belum berani banyak, karena modal masih menghutang dan belum tahu respon pasar. Tapi lama-lama mulai berani memproduksi banyak karena ternyata ada respon positif dari masyarakat”, tuturnya bercerita. Biasanya ia menyalurkan tempe yang ia buat ke warung-warung ataupun pedagang-pedagang di pasar. Sekarang, banyak dari pemilik warung dan pedagang-pedagang di pasar yang telah menjadi langganannya.
Usaha Faruqi pun pernah menghadapi kendala ketika kedelai yang menjadi bahan baku pembuatan tempe mengalami lonjakan harga yang signifikan. Tempe yang dulu dianggap makanan ndeso kini malah berubah menjadi makanan elit karena harga bahan bakunya yang semakin melambung. Namun menghadapi hal tersebut Faruqi tak menyerah dan tetap berusaha menjalankan usahanya. Ia mensiasati hal tersebut dengan memperkecil ukuran tempe untuk menekan harga jual.
Keinginannya yang kuat untuk melanjutkan pendidikan inilah yang membuat Faruqi tak menyerah menghadapi kendala yang menghadang. Meskipun dengan biaya terbatas, Faruqi tak lekas putus asa. Ia tetap bekerja keras demi mengejar cita-citanya walaupun dengan langkah tertatih.
“Walaupun susah, kalau dijalani dengan tekad yang kuat dan tak pantang menyerah, pasti akan menemukan jalannya sendiri kok. Intinya, jangan cepat mengalah dengan keadaan”, itulah pesannya ketika mengakhiri sesi wawancara.

Oleh: Lailis Sunaikah

0 komentar:

Post a Comment